News Gorontalo – Proses pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu di Kabupaten Gorontalo Utara menyisakan persoalan serius yang kini menjadi sorotan publik. Dari total 1.112 honorer yang tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), hanya 362 orang yang berhasil diusulkan oleh pemerintah daerah melalui Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP).

Sisanya, sebanyak 750 honorer dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena dinas terkait tidak mengajukan pemetaan penempatan. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi, sebab status kepegawaian mereka kembali menggantung tanpa kepastian.
Penyebab Utama: Tidak Ada Pemetaan Penempatan
Menurut informasi yang dihimpun, permasalahan utama terletak pada kurangnya usulan dari masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Padahal, pemetaan kebutuhan pegawai menjadi salah satu syarat mutlak untuk mengusulkan tenaga honorer agar dapat diangkat menjadi PPPK.
Akibat kelalaian ini, ratusan honorer yang sebenarnya masuk dalam database BKN tidak dapat diproses lebih lanjut. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait koordinasi antar-dinas dan komitmen pemerintah daerah dalam memperjuangkan nasib pegawai honorer.
Baca Juga : 4 Arahan Mentan untuk Bupati Gorontalo Utara Thariq Modanggu saat Melobi Pertanian
Kekecewaan dan Tuntutan Honorer
Ratusan honorer yang gagal diusulkan menyampaikan kekecewaan mereka. Banyak di antara mereka telah mengabdi belasan tahun di berbagai sektor pelayanan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga administrasi pemerintahan. Mereka menilai ketidakmampuan dinas mengajukan penempatan sebagai bentuk ketidakadilan yang harus segera ditindaklanjuti.
“Bukan kami yang tidak memenuhi syarat, tapi karena tidak ada pemetaan penempatan dari dinas. Kami merasa dirugikan,” ungkap salah satu tenaga honorer.
Harapan Perbaikan dari Pemerintah Daerah
Menyikapi polemik ini, sejumlah kalangan mendesak pemerintah daerah agar segera melakukan evaluasi dan memperbaiki mekanisme pengusulan. Transparansi dalam perencanaan kebutuhan pegawai dinilai penting agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Selain itu, ada dorongan agar pemerintah provinsi maupun pusat ikut turun tangan memberikan solusi, mengingat persoalan ini menyangkut nasib ratusan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.
Menuju Kebijakan yang Lebih Berkeadilan
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Proses pengangkatan PPPK harus dijalankan secara profesional, transparan, dan berpihak pada tenaga honorer yang telah lama bekerja untuk pelayanan publik.
Dengan adanya evaluasi dan pembenahan, diharapkan kebijakan kepegawaian di Gorontalo Utara dapat lebih berkeadilan dan memberikan kepastian bagi para tenaga honorer yang selama ini berjuang demi pelayanan masyarakat.